Senin, 06 Februari 2012

Senja di Kampus (Tugas Penulisan Populer)



                Senja tetap setia menggelayut di langit kampus, tak pernah mengkhianati waktu seakan hendak memberi sebuah harapan bagi yang memandang. Matahari tak lagi tegak di atas kepala, kian condong, ke barat tentunya karena ia tak akan mengkhianati titah Tuhannya. Segores mega senantiasa setia menemani senja yang menggelayut manja persis di langit kampus. Membuat langit tak lagi sejuk dengan birunya, namun indah dengan jingganya. Jingga yang sama saat pertama kakiku menjejak di sini, di hamparan rumput hijau di tepian danau. Sudut favorit untuk menikmati hari-hari perjuangan di kampus ini.
                Klaster, kelas terbuka. Sudut kampus yang tak pernah alpa ku kunjungi selain kelas-kelas bisu penuh ilmu. Sama seperti senja ini dengan senja-senja sebelumnya, aku sempatkan diri untuk menikmati senja di kampus. Aku duduk beralaskan hijaunya rumput -sedikit basah bekas gerimis yang amat sebentar- persis di pinggiran klaster. Posisi terbaik memandang danau yang memisahkan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dengan Fakultas Teknik. Tentu saja ada sebuah pohon rindang yang menaungi tempat dudukku saat ini, memberikan keteduhan serta menambah ketenangan ketika memandang riak-riak danau yang kian memanjang.

                Senja memang begitu menarik untuk dinikmati, nyatanya tak hanya aku yang riang menikmati senja. Aku perhatikan sekeliling, klaster ini tetap berpenghuni meski tak sebanyak saat jam makan siang. Di sebelah kanan, ada seorang laki-laki berjaket merah lengkap dengan logo institusi beasiswa di punggungnya duduk menyendiri di sudut klaster yang lain, di pinggiran klaster dekat dengan sisi danau. Kurang lebih lima puluh meter dari tempatku menikmati senja. Ia sibuk memijit tuts keyboard laptopnya sambil mendengarkan sesuatu dari earphone yang hinggap di telinganya sambil sesekali tersenyum memandang danau, mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu kembali sibuk dengan pekerjaannya.
                Sekelompok mahasiswa baru turut meramaikan suasana senja hari ini. Mereka memilih menempatkan diri di lantai mozaik yang ada di klaster. Kalau tidak salah hitung, ada empat lantai mozaik di klaster ini dan mereka menempatkan diri di lantai mozaik yang terletak di sisi tengah klaster. Mereka terlihat sibuk mempersiapkan banyak hal. Mereka membawa spraypaint, spidol, spanduk, dan peralatan dekorasi lainnya. Terlihat cekatan dan hanya sesekali terdengar canda dari tempat mereka berkumpul.
                Beberapa kali aku merasa terganggu ketika menikmati senja di sudut ini. Begitu juga dengan senja kali ini. Genderang -atau entah apa- tak berhenti ditabuh. Terus dimainkan seolah klaster ini tercipta dengan busa peredam suara di sisi-sisinya. Tangan-tangan penabuhnya begitu elok memainkan genderang dengan ritme yang sebenarnya tak aku tahu. Setiap kali suara itu terdengar, aku berusaha mencari arah suara. Tepat di sisi paling jauh dari danau suara itu berasal, tapi dengan malas, tak aku pedulikan meski hanya sekadar melihat tangan siapa yang menari di atas genderang itu.
                Kembali aku edarkan pandangan menyapu seluruh bagian klaster. Aku lihat beberapa orang berjilbab berlari tergesa-gesa menuju mushola, mungkin baru keluar kelas sehingga syukur  pada Khaliknya baru akan ditunaikan. Dari tempat aku menikmati senja ini, aku dapat melihat mushola dan penghuninya. Pintu sisi kanan mushola kini dibuka, mempermudah akses bagi mereka yang sedang  melakukan kegiatan di klaster.
                Kembali aku edarkan pandangan menyapu seluruh bagian klaster sebelum akhirnya kembali fokus pada rutinitas menenangkan ini. Aku lihat beberapa mahasiswa masih berlalu lalang  atau bahkan berteriak memanggil temannya yang telah jauh mendahului.  Aku lanjutkan prosesi menikmati senja di pinggiran klaster. Memandang danau yang mengandung jutaan galon air. Keruh memang, bahkan sama sekali tak layak disebut jernih. Namun ada nuansa ketenangan ketika dengan seksama aku pandangi.
                Dari posisi tempatku menikmati senja kali ini, memandang ke depan adalah sesuatu yang menyenangkan. Di seberang danau aku dapat melihat seorang bapak yang sedari tadi begitu serius memperhatikan danau. Berdiam sebentar lalu menceburkan diri ke danau. Mengambil posisi yang tepat lalu berdiri di pinggiran danau dengan setengah berendam lalu sigap menebar jala. Menunggunya beberapa saat, dan mengikat tali ujung jala di sebuah tiang yang tertancap di pinggir danau. Selesai mengikat tali, tanpa membuang waktu si bapak menaiki gundukan tanah dan kembali ke atas. Mengambil jala yang lain dan kembali memperhatikan danau. Melihat sisi terbaik menurut perhitungannya.  Menebar jala dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
                Sejurus kemudian aku terkejut, seorang anak kecil dengan pakaian kumal dan tak beralas kaki mengagetkanku dengan seruannya. Seruan atau mungkin lebih tepatnya rengekan untuk membeli barang bawaan yang ia bawa. Setumpuk koran masih setia hinggap di lengannya. Dengan halus aku tolak rengekan yang terkesan memaksa itu. Aku tunjukkan koran yang sudah aku beli pagi ini dari anak yang tak jauh berbeda dengannya, hanya saja ia terlihat sedikit lebih rapi karena rambutnya yang belum terlihat berantakan. Tanpa basa-basi ia pun pergi meninggalkanku, kali ini ia pergi menuju sekelompok mahasiswa baru yang masih sibuk dengan kegiatannya.
                Kembali aku posisikan diriku untuk menikmati senja. Klaster memang tempat menyenangkan. Tak hanya kami, mahasiswa, kucing pun ikut menikmati tempat menyenangkan ini. Kucing bercorak coklat putih itu duduk menghampiriku. Merebahkan dirinya persis di sampingku. Baru sekali aku menemukan jejak hajat kucing tertinggal di hijaunya rumput klaster, itu pun dulu saat pertama kali mencicipi senja di sini. Selebihnya tak pernah aku temui. Mungkin petugas berseragam biru itu benar-benar membersihkan setiap sisi klaster dengan mendetail.
                Senja semakin syahdu. Tak terasa memang jika menikmati senja di tempat ini. Mahasiswa yang berlalu lalang melewati jembatan Teksas pun kian sedikit. Aku lihat hanya ada seorang lelaki berwajah oriental yang tergesa-gesa menuju Fakultas Teknik melalui jembatan Teksas. Begitu tergesa-gesanya hingga tak sempat menoleh untuk sekadar menyapa senja yang indah ini. Aku putuskan untuk mengakhiri prosesi menikmati senja hari ini. Perlahan aku beranjak, aku bersihkan bajuku dan segera memeriksa kembali bawaanku. Merasa tak ada yang tertinggal, perlahan aku berjalan meninggalkan klaster.
                Tujuanku kini adalah tempat aku memarkirkan motor. Aku nikmati senja ini dengan berjalan perlahan. Menyusuri sudut kampus, melewati depan mushola. Bertemu beberapa orang kawan, melempar senyum dan sapa kemudian aku melanjutkan melangkah. Seolah tak mau berpisah dengan senja, aku mendongak, menatap senja di langit kampus, dan keberuntungan sedang berpihak padaku. Senja hari ini begitu indah. Persis di atas atap Kansas (Kantin Sastra), aku lihat keelokan warna yang melengkung membentuk setengah lingkaran. Pelangi tepat saat senja di kampus. Aku hentikan sejenak langkah untuk menikmati senja terindah. Merekam dalam memori dan menyimpannya. Setelah merasa cukup, kembali aku melangkah.
                Aku susuri sisi Kansas. Senja ini dan sama dengan senja sebelumnya, Kansas tak pernah sepi. Sesekali aku dengar gelak tawa dari mereka yang sibuk dengan candanya. Asap rokok menyembul keluar persis di depan wajahku. Angin dengan santainya  membawa asap rokok menyentuh wajahku. Tak sengaja hidungku menghirupnya, membuat nafasku tertahan dan kemudian terbatuk. Aku memang alergi asap, terutama asap rokok. Aku tutup setengah wajahku dengan tisu yang sedari tadi aku genggam dan kembali melangkah menuju tempat parkir. Aku susuri sisi Gedung Delapan dan melewati beberapa mahasiswa yang sedang asyik berdiskusi di bawah payung besar yang di bawahnya terdapat meja dan kursi untuk berdiskusi.
                Aku masuki tempat parkir melewati satpam yang tak lelah berjaga menuliskan nomot plat motor kendaraan dan mencocokkannya dengan kartu pas yang ada. Aku terus melangkah sambil melirik sepasang muda mudi yang tengah bersiap meninggalkan kampus. Sang lelaki dengan lembutnya memakaikan helm di kepala wanita, yang aku taksir adalah kekasihnya. Wanita dengan baju panjang motif bunga-bunga kecil berwarna senada dengan jilbab kremnya tampak menurut. Lelaki itu kembali memastikan keselamatan kekasihnya. Aku mengenalnya. Lelaki berkemeja biru yang tadi memberikan tugas deskripsi Senja di Kampus telah bersiap meninggalkan kampus. Mengeluarkan dan mengendarai motornya perlahan keluar melalui pintu yang terdapat satpam penjaganya. Kekasihnya membonceng di belakangnya. Tak lama, aku pun ikut pergi meninggalkan senja hari ini.

Tidak ada komentar: