Pendidikan agaknya dapat menjadi tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan suatu negara selain dari bidang ekonominya. Dengan maju dan berkembangnya pendidikan suatu negara maka akan dapat terlihat bagaimana kualitas dari sumber daya manusia yang dimiliki negara tersebut. Pendidikan mampu menjadi tonggak tegaknya sebuah bangsa. Sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mengelola pendidikan sebagai sebuah asupan penting yang menjadikan pendidikan sebagai energi yang bernilai positif bagi negaranya.
Di Indonesia, pendidikan agaknya kurang mendapat perhatian serius layaknya pendidikan di negara lain di dunia. Meski pemerintah Indonesia telah menganggarkan dana sebesar 20% dari total APBN Indonesia untuk keberlangsungan dan kemajuan pendidikan Indonesia namun agaknya usaha tersebut belum mencapai titik optimal dalam upaya pembenahan berbagai aspek pendidikan di Indonesia. Segala yang dicanangkan untuk pembenahan pendidikan tak sepenuhnya berjalan lancar, masih banyak berita disana-sini yang menginformasikan betapa banyaknya kesalahan dalam pembenahan itu yang membuat berbagai macam kerugian bagi Indonesia.
Padahal begitu banyak kekayaan Indonesia yang menunggu diolah dan diberdayakan, namun rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia membuat bangsa bintang lima ini harus tunduk dan hanya dapat menjadi bangsa kelas melati. Kesadaran mengenyam pendidikan harus ditanamkan dan digalakkan agar kemajuan bangsa dapat terwujud. Nyatanya hingga saat ini hanya segelintir orang yang peduli betapa pentingnya pendidikan ditengah 240 juta penduduk Indonesia.
Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab yang sama dalam kemajuan pendidikan bangsa ini. Tanpa sinergisitas antar keduanya, optimalisasi kemajuan bangsa ini dibidang pendidikan akan semakin sulit. Akan tetapi fakta di lapangan begitu berbeda dalam segala penerapan bentuk kebijakan pendidikan. Begitu sering kini terlihat tidak karuannya upaya kesinergisitasan antar berbagai pihak. Terjadi demo dimana-mana atas segala kebijakan pemerintah atau bahkan kebijakannya itu sendiri yang membuat masyarakat marah.
Kurangnya komunikasi diberbagai pihak membuat berbagai pesan dibalik sebuah kebijakan atau sebuah tuntutan tak lagi dapat diterima dengan akal sehat. Carut marutnya berbagai aspek dalam upaya pembenahan dan kemajuan pendidikan Indonesia membuat Indonesia harus semakin berkaca, memerhatikan secara seksama bagian yang harus dibersihkan dari berbagai noda dan kotoran, membersihkannya, lalu menjaga serta merawatnya agar tetap indah. Agar tak ada lagi noda-noda yang mencoreng wajah Indonesia dalam upaya pembenahan dan kemajuan pendidikan.
Hmmm… sulit memang. Atau malah akan menjadi tidak mungkin apabila kondisi Indonesia terus seperti ini. Masih banyaknya sistem pendidikan yang memiliki banyak noda dalam pelaksanaannya. Kurikulum yang digunakan bangsa ini begitu banyak, bagus memang. Tapi apakah siap bangsa ini menerimanya? Indonesia menerapkan pengetahuan luas yang tidak mendalam bagi pendidikan. Indonesia menjadikan siswa-siswi bangsa ini pemikir yang mengeneralisir yang pada akhirnya tak dapat fokus pada satu bidang. Berbeda dengan bangsa yang pernah menjajah bangsa ini. Disana kurikulum begitu ideal, padat, dan memiliki standar yang realistis. Siswa-siswi disana mendalami suatu bidang yang mereka kuasai tanpa harus menjadi pemikir yang mengeneralisir. Mereka menerapkan pengetahuan yang sempit namun mendalam dan ditekuni. Ya… bangsa Indonesia memang harus banyak belajar dalam menerapkan berbagai macam panduan pendidikan.
Kurikulum yang diemban bangsa ini juga tak diimbangi dengan sarana prasarana yang memadai dan memenuhi standar pendidikan yang diidamkan. Kita masih banyak mendengar dari berbagai media bagaimana bobroknya sarana pendidikan negeri ini. Begitu banyak gedung sekolah yang tak lagi layak untuk digunakan, atau bahkan ada juga sekolah yang jika malan hari digunakan bergantian dengan hewan ternak, seperti apa yang digambarkan Andrea Hirata dalam novelnya yang berjudul Laskar Pelangi. Belum lagi sekolah yang harus terkena banjir ketika musim hujan atau bocor ketika hujan datang. Ketika gedung sekolahpun dipertanyakan kelayakannya lalu bagaimana dengan sarana pendidikan lainnya? Berbagai laboratotium, alat praktikum, dan berbagai macam sarana lain sebagai media pembelajaran? Itu hanya salah satu dari banyaknya contoh kongkret betapa menyedihkannya wajah pendidikan Indonesia. Lalu kemanakah larinya uang 20% dari total APBN bangsa ini? Apakah semua sudah benar-benar tepat sasaran?
Nyatanya semua itu hanya menjadi proyek komersialisasi para pejabat negeri ini yang membuat tingkat korupsi di Indonesia menjadi begitu tinggi dan tak tertolong lagi sehingga memberikan contoh tak layak bagi para siswa-siswi pengenyam pendidikan. Siswa-siswi Indonesia kini tak lagi malu mempertontonkan kebobrokan moralnya. Dengan bangga dan percaya dirinya mereka mencontek dan membeli jawaban Ujian Nasional dari oknum Departemen Pendidikan tanpa sedikitpun peduli urgensi dari Ujian Nasional itu sendiri. Ironisnya pihak sekolah ataupun pengawas mengetahuinya dan seolah tutup mata melihat itu semua. Dan yang lebih menyakitkan lagi itu terjadi dihampir seluruh sekolah di negeri ini. Lagi-lagi Indonesia memang harus segera berkaca dan membenahi diri.
Kesejahteraan gurupun harus menjadi prioritas dalam pembenahan tersebut. Sehingga jangan ada lagi kepala sekolah atau guru yang harus memulung sampah untuk menutupi segala kekurangan biaya hidupnya. Namun alasan masih banyaknya guru yang tidak diperhatikan kesejahteraannya membuat kualitas dari guru itu sendiri jadi seadanya. Teknik pengajaran yang kuno membuat siswa tak tertarik mengikuti berbagai macam rangkaian pendidikan yang mereka jalani. Realisasi upgrading para pengajar dalam teknik pengajaran pun harus segera dilakukan demi terlaksananya kemajuan pendidikan Indonesia.
Begitu banyak memang noda di wajah pendidikan bangsa Indonesia tapi yakinlah semua akan menjadi mungkin untuk berubah kearah kemajuan apabila kita serius dalam upaya pembenahan pendidikan negeri ini. Apabila pemerintah dan seluruh elemen masyarakat saling menyadari posisinya masing-masing dalam kesinergisitasan upaya pembenahan dan kemajuan pendidikan Indonesia. Dan bukan tidak mungkin kemajuan itu tak lagi sekedar harapan. Semoga kebaikan bangsa ini akan lebih banyak terlihat seiring dengan kebaikan seluruh pihak di negeri ini untuk menjunjung berbagai macam kebaikan diri. Segala niatan yang baik akan terlaksana dengan hasil yang baik selaras dengan kebaikan caranya.
* essay yang saya kirim ke WMI 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar