Selasa, 30 Agustus 2011

Takdir Cintaku

Di tengah sayup-sayup gema takbir yang menghias langit malam ini. Aku kembali memikirkanmu. Kembali, sejak sepuluh tahun lalu. Sejak pertemuan pertama kita yang begitu amat sederhana. Bayanganmu sedetikpun tak pernah lepas dari setiap kejap mata yang memenuhi kedipan hati. Hampir sepuluh tahun bayanganmu setia menemani hariku. Hilir mudik di angan tanpa batas. Sederhana. Tak aku usir memang. Karena aku begitu amat menikmatinya. Aku tahu kau tak akan pernah melakukan hal yang sama. Sadar sesadar-sadarnya manusia. Layaknya hamba yang tersadar kekuasaan pemiliknya. Namun bukankah jodoh selalu Dia yang mengatur? Sang Pencipta Cinta dengan segala kuasanya. Jika Sang Pencipta Cinta berkehendak maka hatimu pun begitu mudahnya dibalikkan dari ketidakpedulianmu bukan? Baiklah, sepenuhnya aku akan membiarkan kuasa takdirku mengalir mempertemukan nasib dengan sang jodoh, dan aku masih berharap itu kau, sayang.

Sepertinya aku terlanjur setia dengan cinta. Cinta padamu tentunya. Aku sama sekali tak memiliki ruang kosong untuk cinta yang lain. Tidak juga untuk dia ataupun ia. Tak ada yang berhak menerima. Selain kau, sayang. Egois.Terbutakan mungkin lebih tepat. Bagiku, kaulah cintaku. Pertama, terakhir, dan selamanya. Pemaksaan. Tentu saja tidak. Aku tak akan pernah memaksakan kehendaku atas cintaku padamu. Biarlah aku mencintamu dengan cara terbaikku. Tentu saja. Aku telah banyak belajar tentang cinta. Dan aku pastikan dengan jaminan penuh, kau tak akan kecewa dengan caraku mencintamu. Hakikat cinta adalah melepaskan, semakin sejati cinta, semakin sejati untuk melepaskan. Kalimat itulah yang terpahat kokoh di dinding hatiku. Pemahaman cinta penulis yang amat aku cintai. Tulisan dalam karyanya maksudku. Cinta sejati tak harus memiliki bukan? Cukup melihatmu bahagia dengan cintamu maka bahagia pula aku dengan cintaku. Jika kau dan aku memang ditakdirkan untuk berjodoh, anganku, sejauh apa pun kita berpisah, suatu saat akan kembali. Dan saat itu aku akan membiarkan kuasa takdir mengalir mempertemukan nasib dengan sang jodoh, kau.

Boleh aku sedikit bercerita sayang? Rasanya aku perlu memperbaiki kalimatku sebelumnya. Mempertegas bahwa aku sama sekali tak menduakan cintaku. Tentang penulis itu, aku hanya mencintai pemahamannya tentang cinta. Mencintai caranya mencinta. Semata hanya untuk cintaku, kau. Mencintai karyanya yang membuatku berdiri tegak menantang cintaku. Menanti ketidakpastian cinta yang sejujurnya tak kita pastikan. Karena memang tak pernah ada kesepakatan antara kita atas nama cinta bukan? Kita pergi mengarungi hidup dengan membawa cinta masing-masing. Kau dengan cintanya, dan aku akan tetap setia dengan cintaku padamu.

Jika kau bertanya mengapa aku begitu setia mencintamu maka aku dengan senang hati menjawab sejujurnya. Sederhana. Kaulah satu-satunya yang diciptakan Sang Pencipta Cinta yang memberikanku kesempatan menikmati secuil rasa cinta. Dan pada bagian ini dengan amat menyesal aku tuliskan, sayangnya takdir cintaku hanya berlabuh padamu. Tentu ini karena kuasaNya bukan? Kau tak berhak membenciku karena ini. Mencinta tak memerlukan alasan. Ketika kau mencintanya maka ribuan alasan tak berlaku untuk menjelaskan mengapa. Titik. Tak lebih. Sederhana. Berhenti pada karena kau mencintanya. Begitu juga dengan cintaku. Aku hanya mencinta, yang sayangnya berlabuh padamu.

Aku bukan menolak mereka sayang. Aku bahkan sadar -sadarnya manusia. Layaknya hamba yang tersadar kekuasaan pemiliknya. Mereka jauh amat lebih baik dibanding dirimu. Aku hanya menggilir takdir cintaku menujumu. Kaulah takdir cinta terbaik cintaku. Setidaknya keyakinan inilah yang aku yakini dan kau tahu, tak tergoyahkan bahkan lebih dari sepuluh tahun. Sejujurnya aku memang amat tak menyukai kisah cinta penuh romantisme monoton, suguhan penghamba cinta. Oleh karenanya, aku biarkan cintaku. Tumbuh di dasar hati. Menghujam dengan akar kokoh. Tanpa pupuk. Subur dan rindang dengan daun cinta dan bunga indah. Mungkin benar kalimat itu. Hakikat cinta adalah melepaskan, semakin sejati cinta, semakin sejati untuk melepaskan. Melepaskanmu lah yang akhirnya membawa takdir cintaku. Niatan bahwa sepenuhnya aku akan membiarkan kuasa takdirku mengalir mempertemukan nasib dengan sang jodoh, dan aku masih berharap itu kau, berbuah amat mengesankan. Penuh cinta dalam setiap jejak langkah kebersamaan kita nantinya. Aku mencintamu. Sederhana. Karena kaulah pelabuhan cintaku.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ternyata apa yang kita inginkan tak sejalan dengan takdir. ku serahkan saja cinta tulus ini dalam takdir.aku seperti manusia bodoh yang slalu dpermainkanya berulang kali. mengalah bertahan hinggaa aku jatuh pada akhirnya......

hanya kepedihan tangis dan penyesalan yang menemaniku. aer mata yang tak sanggup aku bendung. hati yang terkoyak tersakiti olehnya menghiasi goresan pelangi kehidupanku.

Goresan Pelangi Kehidupan mengatakan...

terima kasih anna sudah melengkapi :)