Senin, 26 September 2011

Seharusnya kita Menjalankan Amanah dengan Amanah #2

       Kala itu ketika ia dengan tulusnya memberikan sebuah kunci kecil, kunci keihklasan dalam beramal,  tekadku bulat. Insya Allah akan aku tunaikan. “Seharusnya kita menjalankan amanah dengan amanah” begitu ucapnya lembut tanpa mengubah ekspresi wajahnya. Tak terasa memang. Hampir tujuh bulan lalu kalimat itu lahir dari lisannya. Dan kini, kalimat itu masih terngiang hebat, namun tak lagi menjadi kalimat positif melainkan berbalik menjadi sebuah kalimat penuh tanya. “Sudahkan kita menjalankan amanah dengan amanah?” begitu pikirku dan memang tak akan pernah keluar dari lisan lembutnya.

            Tujuh bulan sejak kunci itu ia berikan, aku terlena dengan masa mengemban amanah tanpa evaluasi intensif. Aku rasakan semua baik-baik saja, sepertinya. Meskipun sinergisitas kesempatan, pelaku (pengemban amanah), kontribusi, dan waktu serasa tak bekerja sesuai dengan amanahnya. Sungguh aku menyadari itu semua. Namun semua terlewat bahkan hanya dengan beberapa gerutu di belakang. Tujuh bulan sejak kunci itu ia berikan, aku masih menikmati keadaan, berlayar tanpa arah meski tujuan telah jelas terpampang. Jelas sudah, amanah telah mengkhianati amanahnya.


           Tujuh bulan sejak kunci itu ia berikan, pengkhianatan kini menjadi nyata, bukan karena aku menyadarinya dan merasa lebih baik dari yang tidak memahami, melainkan karena aku salah satu pengkhianat itu. Mengkhianati amanah dengan tidak menjalankannya secara amanah. Tujuh bulan sejak kunci itu ia berikan, masih ada waktu untuk berbenah. Memperbaiki berbagai macam aspek pendukung amanah dengan sebaik-baiknya. Merencanakan pengkhianatan balik terhadap pengkhianatan sebelumnya yang merugikan itu dengan sesuatu yang lebih baik, serta mengeksekusi rencana pengkhianatan atas pengkhianatan sebelumnya itu dengan sempurna. untukNya yang Mahasempurna.

       Masih layakkah kita mengkhianati amanah dengan tidak menjalankannya dengan amanah? Atau mungkin kita terlalu sering mengkhianatinya tanpa kesadaran hinggap di hati. Masihkan ada komitmen untuk sebuah keteguhan untuk terus membersamai cintaNya? Jika ya, pantaskah kita menyepelekan banyak hal untuk segala perjuangan di jalanNya? Bahkan hanya untuk sekadar tepat waktu di medan tempat kita berperang. Wallahu’alam. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang mencintaiNya dengan terus menjalankan amanah dengan amanah, tanpa pernah mengkhianatinya.

2 komentar:

Indra Waliyuda mengatakan...

Izin copas mb' kata2 yg terakhir.. :)

Goresan Pelangi Kehidupan mengatakan...

silakan :)