Oleh Ustadzah Nurhasanah, Sabtu 4 Agustus 2012
Sesungguhnya
Allah memberikan rahmat kepada wanita yang tahu kadarnya
Jika kita bicara mengenai perempuan maka rasanya tak cukup waktu kita
untuk membahas makhluk istimewa ini. Setiap kita memiliki ukiran sejarahnya
masing-masing. Dalam Al Quran terdapat begitu banyak sejarah. Jangan sampai
kita hanya terpaku dengan kegemilangan sejarah yang diukir oleh orang lain,
tetapi mari kita bergerak untuk juga ikut serta dalam membuat sejarah, sejarah
kegemilangan diri kita. Sejarah dalam Al Quran merupakan sebuah pola yang
sebenarnya dapat kita ambil sebagai contoh bentuk pengulangan, lalu kita
modifikasi sehingga menghasilkan sejarah baru yang diharapkan bisa lebih baik.
Kita bisa belajar melalui kesalahan Hawa dalam mendampingi Nabi Adam.
Untuk memperbaiki kesalahannya, ia bertobat dengan sungguh-sungguh dan berbuat
amal shalih. Sehingga kesalahan yang membuat ia dan suaminya harus pergi dari
surga terbayarkan dengan kebaikan amalan yang luar biasa. Tidak hanya Hawa,
kita juga bisa belajar dari putri Nabi Syuaib. Ketika ayahnya sakit, ia pergi
keluar rumah untuk mencari nafkah. Namun tentu saja ia tetap menjaga kadarnya
sebagai seorang wanita. Ia tetap menjaga interaksinya dengan lawan jenis dan
tidak menyalahgunakan kesempatan meski atas nama profesi.
Sesungguhnya Allah memberikan rahmat kepada wanita yang tahu kadarnya.
Meski kita tahu baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesamaan dalam hal
ibadah, namun penerjemahan konteksnya berbeda. Perbedaan ini dapat kita temui
dalam peran publik laki-laki dan perempuan, atau bahkan permasalahan aurat bagi
laki-laki dan perempuan.
Teladan lain yang dapat kita teladani adalah cicit rasulullah,
Sukainah, ia merupakan seorang duta besar yang menguasai kurang lebih tujuh
bahasa. Ia tetap menjaga batasan profesionalitas sehingga tidak membuatnya
leluasa bergaul dengan laki-laki yang merupakan pembesar-pembesar karena rasa
malunya. Ia tidak mengikuti dan menjalin social network di luar tugasnya
sebagai duta besar.
Hajar pada masa dahulu ketika ditinggal oleh Nabi Ibrahim merupakan
seorang pandai yang menjadi rujukan bagi hal irigasi dan sosial pada masa itu.
Namun ia tetap menjalankan perannya sebagai ibu yang penyayang dan menjaga
kehormatannya sehingga dapat mendidik Ismail sedemikian rupa. Selain itu, ia
juga pernah kedatangan tamu, Bani Julhum yang mayoritas laki-laki, dan mereka
mengangkatnya sebagai ketua suku.Maryam, ibunda Nabi Isa merupakan seorang yang
senang menyepi untuk beribadah. Ia sangat suci dan khusyuk dalam berkhalwat
dengan Rabbnya, sehingga Allah bukan hanya menumbuhkan rahmat, bukan hanya dari
dunia, namun juga dari langit. Selain itu, juga adal teladan lain, seperti Ratu
Bilqis. Ia merupakan seorang yang melek politik, visioner, mampu
mengklasifikasikan masalah dengan baik lalu memecahkannya, dan ia juga seorang
yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi.
Sesungguhnya jika kita mencermati lebih jauh, para pendahulu kita sudah
memberikan panutan atau peneladanan terbaiknya, namun terkadang kita merasa
belum memiliki cukup banyak referensi. Saat kita sudah mengusahakan untuk
mencari referensi, seharusnya kita tidak lagi hanya sekadar membaca, tetapi
juga memahami Al Quran sehingga tidak ada alasan untuk memaklumi kesenjangan
budaya yang menghambat kita untuk mengamalkan apa yang diperintahkan dalam Al
Quran.
Seorang wanita muslimah yang baik ketika menjalankan profesinya akan
diiringi dengan keimanan yang turut serta menjaga keprofesionalitasannya,
adapun hal ini terlihat dari rasa malu yang dimilikinya. Rasa malu yang
dimiliki muslimah tentu saja bisa hilang, ketika kita sudah sering melalaikan
nilai-nilai dalam koridor pergaulan. Oleh karena itu wajib bagi seorang
muslimah untuk menjaga rasa malunya agar di setiap jejak langkahnya diiringi
keimanan yang menjaga keprofesionalitasan dakwah.
Seorang muslimah seharusnya dapat menjejakkan
langkahnya ke luar dari tanah airnya, sehingga dapat bergaul dengan etnik
tertentu dan terjadi branchmarking, hal ini dapat menciptakan akselerasi
luar biasa bagi muslimah itu sendiri. Tradisi ulama pada masa lalu itu sendiri
adalah melakukan perjalanan. Sehingga bisa melihat keadaan di luar sana, dimana
terdapat masyarakat lain yang bisa jadi lebih maju karena effort mereka
yang lebih besar dalam menjalani kehidupan. Setelah becermin pada peneladanan
di atas, ada baiknya ketika masa kini kita sebagai muslimah membuat alokasi
khusus untuk social network, tak perlu lama, cukup sebentar dan
seperlunya. Kita juga harus menempatkan rasa malu dan tawadhu kita sehingga
dapat menjalankan peran wanita sesuai kadarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar