Oleh Shofwan Al Banna C, Rabu 1 Agustus 2012
Hidup ini seperti pohon, yang biasanya selalu tumbuh ke
atas, sedangkan akar, ranting, daun, dan bagian lainnya berusaha untuk saling mencapai
titik lainnya
Pada kesempatan kali ini, Bang Shofwan berkesempatan untuk hadir
mengisi sesi Sharing Alumni. Di awal sesi, ia menyampaikan sebuah
analogi mengenai kehidupan yang selama ini ia yakini. Ia mengatakan bahwa hidup
ini seperti pohon, yang biasanya selalu tumbuh ke atas, sedangkan akar,
ranting, daun, dan bagian lainnya berusaha untuk saling mencapai titik lainnya.
Ia menjelaskan bahwa hidup kita sangat terkait dengan akar dimana kita tumbuh.
Di saat kita tumbuh ada bagian lain yang juga tumbuh, layu, atau bahkan kering.
Salah satu akar bertumbuhnya seorang Shofwan Al Bana untuk membuka ruang-ruang
baru dan cakrawala adalah PPSDMS.
Shofwan tumbuh di Jogja, Jogokarian, sebuah kota batik yang pada tahun 50-60an
dikenal sebagai kampung merah (PKI) dan ia tumbuh di kampung ini saat kampung
ini mulai dan semakin hijau. Saat SD, ia sudah mulai memahami bahwa
intelektualitas bukan berdasarkan pada kualitas pribadi seseorang, melainkan
atas waktu yang digunakan (waktu luang digunakan untuk belajar atau kegiatan
lainnya). Ketika itu, ia membuat kelompok belajar bersama teman-temannya yang
“bodoh”. Lanjut ke tahapan berikutnya, ia lalui di SMP 5 Jogjakarta. Di sana ia
menemukan sebuah paradoks, di mana ada teman-teman yang memiliki kelengkapan
fasilitas tetapi justru malas untuk belajar, namun ada teman-teman pandai yang
justru tidak berkesempatan untuk sekolah. Pada saat itu ia merasa hidup itu
kejam dan merasa bahwa hidup ini tidak adil. Saat itulah ia mulai menyadari
bahwa hal tersebut adalah tantangan untuk memperbaiki segala hambatan yang kita
hadapi. Dunia buruk, ya. Tetapi kita memiliki potensi untuk memberikan
atau menciptakan segala hal untuk menjadikan dunia ini lebih baik.
Di SMA, ia memilih bidang IPS sebagai jurusannya. Alasannya adalah
karena ia ingin mengubah dunia. Pada saat itu ada guru yang menertawakannya namun
ia tak gentar dengan pilihannya. Habis sudah masa SMA dilaluinya, ia merasa
sudah dangat hapal dengan Jogjakarta dan merasa tidak tumbuh jika bertahan di
sana. Akhirnya ia memutuskan untuk berkuliah di Universitas Indonesia. Ia pun
mengomunikasikan keinginannya kepada orangtuanya. Mereka menyetujui dengan
syarat tidak ada tuntutan finansial yang harus mereka tunaikan, hal ini
diajukan sebagai salah satu tantangan keseriusan atas pilihan yang diambil oleh
Shofwan.
Shofwan menjelaskan bahwa akar kita sangat menentukan bagaimana kita
tumbuh. Jika tanah yang merupakan nutrisinya tidak baik maka carilah tanah yang
baik. Tapi ingat bahwa tidak seluruh pertumbuhan itu sesuai dengan perencanaan
kita. Adapun daun yang tanggal dalam kehidupan Shofwan ialah ketidakintimannya
dengan jurusan tempat studinya.
Sama seperti orang kebanyakan, selain Rasulullah ia memiliki seorang
idola dalam hidupnya. Salah satu idola Shofwan yang ia ceritakan adalah Amien Rais, seorang politisi
yang juga seorang profesor di jurusan Hubungan Internasional UGM, baginya Amien
Rais adalah seorang intelektual yang memiliki kemampuan menjelaskan hal-hal
yang rumit dengan bahasa yang sederhana.
Shofwan juga mengatakan bahwa ketika kita memulai sesuatu, tetapkan
visi besar yang jelas dan dicapai dengan capaian-capaian yang juga jelas karena
apa yang kita rencanakan belum tentu sesuai dengan kenyataan saat kita tumbuh.
Ia menambahkan bahwa kunci untuk memberikan ruang fleksibilitas ketika
berencana adalah banyak membaca.
Ia berkomitmen untuk tidak menjadi seorang intelektual yang bekerja di
belakang meja, tetapi ingin terjun langsung menjadi intelektual berpengaruh
yang dapat menggerakkan orang dan mengubah dunia. Adapun capaian yang ingin
dicapainya ialah menjadi public speaker yang baik yang dapai dicapai dengan
membaca buku, melihat gaya bicara tokoh-tokoh, mendengar toko-tokoh tersebut
berbicara, mempunyai kemampuan menulis yang runtut, logis, dan mempengaruhi orang
lain, dan berwawasan luas (membaca koran, buku, bilingual).
Ia juga menambahkan bahwa selama tumbuh, kita akan menemukan atau
mengalami berbagai perubahan pemikiran atau cara pandang sehingga adakalanya
kita memberikan ruang untuk fleksibilitas tetapi tidak meninggalkan akar kita,
namun memberi nutrisi yang dibutuhkan seluruh bagian tubuh kita (ranting,
batang, daun, dll). Adapun peluang-pelung yang menghampiri kita ketika
bertumbuh sesungguhnya bukanlah sebuah kebetulan belaka, melainkan hal yang
direncanakan untuk mendapatkan peluang. Sesungguhnya kita harus bersiap-siap,
mencari peluang, dan mampu memunculkan peluang-peluang lain.
Di akhir kesempatan,
Shofwan mengatakan bahwa orang besar selalu memiliki visi yang jelas dalam
hidupnya dan telah memahami bagaimana hidupnya akan berjalan dan kebermanfaatan
apa yang akan diberikan serta memahami pesan-pesan yang diberikan Allah. Ia
juga mengakhiri sesi dengan mengatakan bahwa kita semua memiliki titik akhir
yang sama maka bagaimana menghubungkan titik-titik itu adalah pilihan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar