Perubahan itu menyakitkan dan tidak mengenakkan
namun yakinlah, perubahan itu adalah sebuah
kepastian
Judul
buku ini lahir terinspirasi dari telur dalam pembuatan kue. Menurut penulis,
hidup selayaknya membuat kue yang dengan juga mengharuskan kita memecahkan
telur. Begitu juga kehidupan yang tekadang harus retak dahulu untuk merasakan
sebuah keutuhan. Kita tidak selamany
abisa utuh. Ketika ingin mendapat kehidupan yang lebih baik dan bahagia harus
ada masalah-masalah yang kita pecahkan. Buku ini terdiri atas lima puluh
delapan kisah lengkap dengan hikmah yang terkandung di masing-masing kisah.
Pada kesempatan kali ini, Aisyah Bidara akan menceritakan kembali lima kisah
yang menurutnya paling menarik dan perlu diketahui.
Pertama, “Hukum Kehidupan”.
Tidak ada hidup yang parsial, semua berkesinambungan. Hidup ini adalah gema,
apa yang diperbuat suatu kali akan berbalik untuk menerimanya kembali entah dalam
bentuk dan menurut caranya sendiri. Maka, apa yang kita berikan itu yang kita dapatkan.
Kehidupan adalah peristiwa yang selalu kait mengait, punya sebab akibat, serta memiliki
dampak jangka panjang dan pendek. Jika kita bicara buruk pada orang lain, maka
yang kita dapatkan hanya kebencian dari orang lain. Hal itu seperti kita bicara
pada diri kita sendiri. Oleh karena itu mari selalu mengeluarkan kalimat positif
dalam kondisi apapun karena itulah cerminan kita dalam menghadapi diri sendiri.
Kedua, “Marmer dan Cangkir Keramik”. Sesungguhnya tidak ada tempat di belahan dunia ini yang tanpa risiko dan
tanpa masalah. Sesuatu bernilai tinggi jika keberadaanya langka. Kesamaan marmer
dan cangkir cantik adalah mereka sama-sama harus diasah, di poles. Setelah itu jadilah
mereka hal yang bernilai. Di awal mungkin ada berbagai masalah yang harus kita lalui
untuk mencapai keberhasilan. Kejujuran pada diri sendiri merupakan hal terpenting dan pasti adalah kejujuran kepada diri sendiri
dan siap menghadapi “api pengujian” untuk menjadi sesuatu yang lebih baik. Bersiaplah dengan pembakaran dalam api
pengujian. Pada hakikatnya setiap perubahan kehidupan menuru ke arah yang lebih
baik pasti ada risikonya karena risiko merupakan bagian dari proses
pembelajaran di tengah-tengah kehidupan yang tidak pasti. Sebelum kita menjadi sesuatu
yang indah, kita akan melalui suatu
proses yang panjang dan sulit terlebih dahulu. Adapun pada hakikatnya pilihan kita
akan menentukan kualitas hidup kita kelak di kemudian hari.
Ketiga, “Label : You
are What You Think “. Kita hidup berdasarkan label-label yang orang berikan
pada kita. Kita itu sesuatu yang tak terdefinisi, sesuatu yang di-labeling
oleh orang lain. Penting bagi kita untuk
melihat hal-hal positif, sehingga kita harus melihat orang lain dengan positif dan
orang lain pun akan melihat positif pada kita. Sesorang yang menerima label
positif akan semakin meningkatkan motivasi dan penghargaan diri untuk semakin
berkembang dalam kompetensi. Mari mulai sekarang, sebagai pribadi yang dewasa,
kita mulai memberikan label positif terhadap orang lain.
Keempat, “Marah”. Marah
adalah reaksi seseorang terhadap suatu peristiwa yang menentukan tingkat
kematangan dan karakter orang tersebut.
Marah adalah suatu proses mental yang diekspresikan atau tidak, yang dimiliki
seseorang sebagai dorongan agresif yang lazim. Bahkan marah terkadang merupakan
bagian dari mekanisme pertahanan diri seseorang untuk membela. Banyak orang
bisa marah, namun tidak menjadi pemarah. Orang yang mampu menguasai diri, ibarat mampu
menguasai sebuah kota. –Nabi Sulaiman as. Terbayang bukan jika
masing-masing dari kita dapat menguasai diri maka peradaban luar biasa mampu
kita kuasai. Oleh karena itu mulai saat ini mari salurkan marah kita untuk hal-hal yang positif.
Kelima, “Proses
Rajawali”. Perubahan itu menyakitkan dan tidak mengenakkan, namun yakinlah perubahan
itu pasti. Tak ada perbaikan tanpa perubahan. Perubahan dan pertumbuhan yang
terjadi adalah tanda bahwa kita masih hidup. Belajar dari proses perubahan
Rajawali. Ia merupakan burung yang bisa hidup hingga usia 70 tahun yang
melebihi rata-rata harapan hidup manusia Indonesia. Pada usia 40 tahun, ia akan
dihadapkan pada pilihan bertahan hidup dengan melakukan perubahan menyakitkan atau
hidup dengan menunggu kematian karen tak lagi berfungsinya paruh serta cakarnya
untuk melahap mangsa. Di usia 40 tahun itulah ia akan menyendiri dalam gua,
memutuskan sebuah perubaha. Ia akan mematahkan paruhnya yang sudah bengkok
hingga putus dan menunggu hingga paruhnya kembali tumbuh. Lalu setelah itu
mencabuti kuku-kunya hingga berdarah agar tak lagi panjang dan dapat
mencengkram mangsanya. Ia lakukan hal menyakitkan itu hingga 150 hari lamanya.
Ia bersedia menghadapi perubahan yang menyakitkan dengan inisiatifnya sendiri
melalui proses yang amat menyakitkan untuk dapt bertahan hidup. Baginya
kehidupan adalah pilihan yang harus diperjuangkan.
Begitulah hidup, banyak hal yang harus kita
pahami, sekecil apa pun kejadiannya maka terselip hikmah di dalamnya. Marilah
kita berdiri menjadi pribadi-pribadi yang peka terhadap lingkungan sekitar
sehingga mampu melihat hikmah dari setiap hal yang kita alami. Tetaplah menjadi
pribadi tangguh yang menginspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar