Senin, 24 September 2012

Kajian Pustaka ½ Pecah ½ Utuh Karya Parlindungan Marpaung

Oleh Aisyah Bidara, Senin 24 September 2012


Perubahan itu menyakitkan dan tidak mengenakkan
namun yakinlah, perubahan itu adalah sebuah kepastian

Judul buku ini lahir terinspirasi dari telur dalam pembuatan kue. Menurut penulis, hidup selayaknya membuat kue yang dengan juga mengharuskan kita memecahkan telur. Begitu juga kehidupan yang tekadang harus retak dahulu untuk merasakan sebuah keutuhan. Kita tidak selamany abisa utuh. Ketika ingin mendapat kehidupan yang lebih baik dan bahagia harus ada masalah-masalah yang kita pecahkan. Buku ini terdiri atas lima puluh delapan kisah lengkap dengan hikmah yang terkandung di masing-masing kisah. Pada kesempatan kali ini, Aisyah Bidara akan menceritakan kembali lima kisah yang menurutnya paling menarik dan perlu diketahui.
Pertama, “Hukum Kehidupan”. Tidak ada hidup yang parsial, semua berkesinambungan. Hidup ini adalah gema, apa yang diperbuat suatu kali akan berbalik untuk menerimanya kembali entah dalam bentuk dan menurut caranya sendiri. Maka, apa yang kita berikan itu yang kita dapatkan. Kehidupan adalah peristiwa yang selalu kait mengait, punya sebab akibat, serta memiliki dampak jangka panjang dan pendek. Jika kita bicara buruk pada orang lain, maka yang kita dapatkan hanya kebencian dari orang lain. Hal itu seperti kita bicara pada diri kita sendiri. Oleh karena itu mari selalu mengeluarkan kalimat positif dalam kondisi apapun karena itulah cerminan kita dalam menghadapi diri sendiri.

Kedua, “Marmer dan Cangkir Keramik”. Sesungguhnya tidak ada tempat di belahan dunia ini yang tanpa risiko dan tanpa masalah. Sesuatu bernilai tinggi jika keberadaanya langka. Kesamaan marmer dan cangkir cantik adalah mereka sama-sama harus diasah, di poles. Setelah itu jadilah mereka hal yang bernilai. Di awal mungkin ada berbagai masalah yang harus kita lalui untuk mencapai keberhasilan. Kejujuran pada diri sendiri merupakan hal terpenting  dan pasti adalah kejujuran kepada diri sendiri dan siap menghadapi “api pengujian” untuk menjadi sesuatu yang lebih baik.  Bersiaplah dengan pembakaran dalam api pengujian. Pada hakikatnya setiap perubahan kehidupan menuru ke arah yang lebih baik pasti ada risikonya karena risiko merupakan bagian dari proses pembelajaran di tengah-tengah kehidupan yang tidak pasti. Sebelum kita menjadi sesuatu yang indah, kita  akan melalui suatu proses yang panjang dan sulit terlebih dahulu. Adapun pada hakikatnya pilihan kita akan menentukan kualitas hidup kita kelak di kemudian hari.
Ketiga, “Label : You are What You Think “. Kita hidup berdasarkan label-label yang orang berikan pada kita. Kita itu sesuatu yang tak terdefinisi, sesuatu yang di-labeling oleh  orang lain. Penting bagi kita untuk melihat hal-hal positif, sehingga kita harus melihat orang lain dengan positif dan orang lain pun akan melihat positif pada kita. Sesorang yang menerima label positif akan semakin meningkatkan motivasi dan penghargaan diri untuk semakin berkembang dalam kompetensi. Mari mulai sekarang, sebagai pribadi yang dewasa, kita mulai memberikan label positif terhadap orang lain.
Keempat, “Marah”. Marah adalah reaksi seseorang terhadap suatu peristiwa yang menentukan tingkat kematangan  dan karakter orang tersebut. Marah adalah suatu proses mental yang diekspresikan atau tidak, yang dimiliki seseorang sebagai dorongan agresif yang lazim. Bahkan marah terkadang merupakan bagian dari mekanisme pertahanan diri seseorang untuk membela. Banyak orang bisa marah, namun tidak menjadi pemarah. Orang  yang mampu menguasai diri, ibarat mampu menguasai sebuah kota. –Nabi Sulaiman as. Terbayang bukan jika masing-masing dari kita dapat menguasai diri maka peradaban luar biasa mampu kita kuasai. Oleh karena itu mulai saat ini mari salurkan marah kita  untuk hal-hal yang positif.
Kelima, “Proses Rajawali”. Perubahan itu menyakitkan dan tidak mengenakkan, namun yakinlah perubahan itu pasti. Tak ada perbaikan tanpa perubahan. Perubahan dan pertumbuhan yang terjadi adalah tanda bahwa kita masih hidup. Belajar dari proses perubahan Rajawali. Ia merupakan burung yang bisa hidup hingga usia 70 tahun yang melebihi rata-rata harapan hidup manusia Indonesia. Pada usia 40 tahun, ia akan dihadapkan pada pilihan bertahan hidup dengan melakukan perubahan menyakitkan atau hidup dengan menunggu kematian karen tak lagi berfungsinya paruh serta cakarnya untuk melahap mangsa. Di usia 40 tahun itulah ia akan menyendiri dalam gua, memutuskan sebuah perubaha. Ia akan mematahkan paruhnya yang sudah bengkok hingga putus dan menunggu hingga paruhnya kembali tumbuh. Lalu setelah itu mencabuti kuku-kunya hingga berdarah agar tak lagi panjang dan dapat mencengkram mangsanya. Ia lakukan hal menyakitkan itu hingga 150 hari lamanya. Ia bersedia menghadapi perubahan yang menyakitkan dengan inisiatifnya sendiri melalui proses yang amat menyakitkan untuk dapt bertahan hidup. Baginya kehidupan adalah pilihan yang harus diperjuangkan.
Begitulah hidup, banyak hal yang harus kita pahami, sekecil apa pun kejadiannya maka terselip hikmah di dalamnya. Marilah kita berdiri menjadi pribadi-pribadi yang peka terhadap lingkungan sekitar sehingga mampu melihat hikmah dari setiap hal yang kita alami. Tetaplah menjadi pribadi tangguh yang menginspirasi.

Tidak ada komentar: