Revolusi merupakan
pertarungan empat babak; penghancuran,
peletakkan pondasi baru, pembangunan sistem,
dan pemeliharaan
Kisah ini bermula dari Nabi
Musa yang berhasil mengeksodus Bani Israil
dari Mesir ke Palestina. Ketika itu Bani Israil masih tercerai-berai
lalu mereka manyadari kondisi dan keadaan mereka. Pada masa Nabi Samuel, mereka
menemuinya dan meminta raja yang dapat memimpin mereka untuk berperang di jalan
Allah. Nabi Samuel yang telah mengetahui tabiat Bani Israil menyangsikan hal
tersebut seperti yang tertulis pada QS. Al Baqarah : 246.
Kisah ini tertulis dalam
kitab suci Al Quran pada QS. Al Baqarah: 246—251. Di sinilah tertulis kisah
revolusi yang dilakukan Nabi Daud yang mengajaran kita seni revolusi dalam
sebuah kekuasaan. Mengajarkan kita pada hikmah untuk dapat menciptakan momentum
terbaik guna memanfaatkan momentum dan menghasilkan revolusi. Beginilah Allah
mengajarkan kita melalui ejarah, termasuk sejarah para Nabinya.
Perubahan itu pada umumnya
diusung oleh sekelompok elit, yaitu ekelompok kecil orang yang memiliki wawasan
intelektual, kesadaran politik, dan basis dukungan sosial. Upaya perubahan
secara sistematis, khususnya revolusi, membutuhkan kehadiran seorang pemimpin
besar. Tidak hanya itu, revolusi juga membutuhkan legitimasi nilai untuk
mengkristalkan faktor-faktor perlawanan dan mensakralkan tuuan perjuangan.
Dalam hal ini, agama (fi sabilillah)
merupakan faktor legitimasi dan sakralisasi yang kuat dan efektif. Namun
dalam implementasinya, sering kali motif perlawanan yang muncul dalam diri
manusia adalah faktor material seperti kesejahteraan, keamanan, dll. Itulah
yang dijadikan dasar oleh Karl Marx dalam teorinya, yaitu menjadikan materi
sebagai motivasi dasar perilaku manusia. Arus besar revolusi seharusnya diusung
oleh elit yang memiliki kepentingan ideologis dan komitmen yang kuat serta
sebagian besar adalah kaum marjinal. Sehingga tak lagi menjadikan materi
sebagai motivasi dasar dalam perjuangan (QS. Al Baqarah : 246).
Tak ubahnya reformasi,
revolusi pun membutuhkan pemimpin besar. Adapun kepemimpinan dalam revolusi
dimunculkan dalam dua kaidah, yaitu pemimpin revolusi adalah orang yang tumbuh
dari masyarakat itu sendiri dan ia adalah orang yang harus setidaknya memiliki
dua kualifikasi; berwawasan luas dan berkemampuan fisik yang andal. Dalam
revolusi, conflict of interest selalu muncul dalam pergumulan revolusi.
“Revolusi adalah perjuangan orag-orang yang tidak mendapatkan kekuasaan”. Dalam
kisah Nabi Daud, elit Bani Israil menolak kepemimpinan Talut karena mereka
merasa lebih berhak atas kepemimpinan dan kekuasaan tersebut. Klaim mereka
terletak pada penguasaan aset-aset material (QS. Al Baqarah : 247).
Kemenangan dalam revolusi
bukan tanpa sebab. Tapi itu merupakan hasil perjuangan panjang. Sesungguhnya
terdapat kunci kemenangan bagi kekuatan
pewaris risalah kenabian. Hal itu
didapatkan melalui sebuah ketenangan. Pertarungan untuk dapat dimenangkan
membutuhkan tiga macam ketenangan. Pertama, ketenangan ideologis, yaitu
keteguhan terhadap kebenaran perjuangan terhadap Allah. Kedua adalah ketenangan
psikologis, yaitu sikap jiwa dalam menghadapi kekuatan lawan. Ketiga adalah
ketenangan syariat, yaitu konsistensi di dalam syariat dan metode dalam
berbagai dinamika situasi- kondisi yang dihadapi. Berbagai ketenangan tersebut
muncul atas dasar keyakinan kita kepada Allah (QS. Al Baqarah: 248).
Setiap perjuangn tentu saja
tidak hadir tanpa hambatan. Sebuah perjuangan yang sesungguhnya justru hadir
dari akumulasi hambatan sehingga menghasilkan pejuang perlawanan yang luar
biasa kuat. Tantangan dan godaan dalam proses perjuangan juga menjadi salah
satu hambatan yang cukup siap mengguncang nilai-nilai kebenaran dalam
perjuangan. Peperangan tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan unsur materi.
Revolusi yang menggerakkan unsur-unsur masyarakat tidak bisa menghindari diri
dari munculnya segmen periferal (lapisan pinggir dari kekuatan perjuangan) yang
bersikap dan berpikir serba pragmatik. Anarkisme perjuangan sering muncul dari
segmen ini karena nafsu material dan kebodohan syariat. Revolusi bukanlah
proses yang mudah, ia merupakan pertarungan empat babak; penghancuran,
peletakkan pondasi baru, pembangunan sistem, dan pemeliharaan. Sehingga
dibutuhkan kekuatan inti yang tertata dalam pilar-pilar perjuangan. Pilar-pilar
perjuangan ini terdiri atas pilar asasi (kekokohan iman, konsistensi metode
perjuangan, komitmen persatuan, kesiapan sikap dan kemampuan, serta keberanian
aksi) dan pilar operasi (sikap teguh terhadap musuh, sabar dalam menghadapi
penderitaan, lebur dalam dzikrullah, keutuhan ketaaan dalam syariat dan komando
pemimpin, menghindari konflik internal, dan menjauhi sikap takabur). Ini semua terangkum
dalam QS. Al Baqarah : 249.
Adapun kita harus
mengetahui dan memahami landasan paradigmatik dalam proses perjuangan, antara
lain ketika terjadi peperangan maka semua tidak lepas dari keberadaan dan
keterlibatan Allah, Allah adalah sebaik-baiknya pelindung, dan dalam setiap
pertempuran “tangan-tangan Allah” akan selalu terlibat (QS. Al Baqarah : 250).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar