Sabtu, 01 Desember 2012

“Impossible is Nothing”

Jend. (Purn) TNI Endriartono Sutarto (Mantan Panglima TNI)
Kamis, 15 November 2012/ 08.15—10.00

Kebijakan atau keputusan yang kita lakukan tidk mungkin menyenangkan hati semua orang

Beliau dan Anies Baswedan dalam sebuah perbincangan pernah berharap pemimpin bangsa ini tak hanya sekadar mampu untuk memimpin, tetapi juga mampu untuk menginjak bumi sehingga kebermanfaatannya kian terasa. Mahasiswa masa kini biasanya terkungkung pada kehidupan kota yang penuh kegemerlapan sehingga dikhawatirkan lupa akan kehidupan di luar sana. Oleh karena itulah beliau bersama Anies dan teman-teman berusaha membuat gerakan dimana mahasiswa mampu mentransfer ilmunya kepada anak-anak di daerah-daerah tertinggal di Indonesia. Tujuannya adalah bagaimana para sarjana yang freshgraduate  ini mau merelakan waktu satu tahunnya untuk berbagi dengan orang lain serta meningkatkan pendidikan Indonesia itu sendiri dari ketertinggalan. Selain itu beliau juga mendirikan Gerakan Indonesia Setara dengan tujuan mendidik anak-anak jalanan dan putus sekolah.
Sebagai seorang purnawirawan TNI, beliau mendapatkan banyak hal di sana. Salah satunya adalah kepemimpinan. TNI memiliki sistem pembinaan yang terukur, memiliki sistem untuk mengalami rotasi kepemimpinan, terbiasa menghadapi konflik, serta adanya kesinambungan kepemimpinan. Oleh itulah saya belajar banyak, selain juga melalui pengalaman yang didapatkan selama menjadi  Jendral TNI. Pengalaman berkutat sebagai TNI antara lain pada tahun 1997—1988 sebagai komandan Paspampres. Di tengah ricuhnya kondisi politik pada masa akhir kepemimpinan rezim Soeharto, beliau tetap mempertahankan intregritasnya dengan berusaha penuh bertanggungjawab sebagai komandan kala itu dengan mengamankan presiden dan mengesampingkan kepentingan pribadinya. Pada masa kepemimpinannya di TNI, ia banyak membuat inovasi dalam sistem, seperti mendorong industri manufaktur persenjataan TNI untuk memenuhi kebutuhan. Beliau pernah mencetuskan ide pembuatan senapan yang memiliki bobot tidak lebih berat dari M16 tetapi memiliki tingkat akurasi yang lebih akurat serta mendorong perusahaan dalam negeri untuk membuatnya.

Tidak berhenti di sana, selama menjalankan amanahnya di TNI ia berusaha untuk melakukan percepatan reformasi internal TNI, melakukan reformasi dengan menetapkan kebijakan bahwa anggota atau panglima TNI tidak boleh lagi menjabat menjadi wakil di DPR. Jikalau ingin menjadi wakil di DPR maka harus keluar dahulu dari TNI, tentu saja kebijakan ini menjadi sangat fenomenal pada masa itu.  Namun ia menyadari bahwa segala kebijakan atau keputusan yang kita lakukan tidak mungkin bisa menyenangkan hati semua orang. Pengalaman lain yang beliau dapatkan ketika di TNI adalah ketika kepemimpinan TNI sedang collaps dan harus mengurusi bencana yang terjadi di Aceh. Selain itu beliau juga menjadi salah satu inisiator perdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka di Myanmar.

Tidak ada komentar: